Sabtu, 18 November 2017

Jokowi Minta Setnov Ikuti Proses Hukum


Berindo.NET - Perjalanan kasus Ketua DPR Setya Novanto semakin menyita perhatian publik Tanah Air. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mulai memberikan perhatian khusus atas kasus ini.
Kemarin Kepala Negara meminta Novanto mengikuti proses hukum yang sedang berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novanto yang sejak kemarin resmi berstatus sebagai tahanan KPK belum juga bersedia memenuhi panggilan untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

"Saya minta Pak Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada," kata Presiden di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (17/11/2017). Sebelumnya di berbagai kesempatan, Presiden juga selalu menyampaikan agar semua pihak menghormati proses hukum. Presiden berkeyakinan bahwa hukum di Indonesia terus berjalan dengan baik.

KPK belum bisa memeriksa Novanto karena masih harus menjalani perawatan di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan mobil tunggal pada Kamis (16/11) di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kondisi Novanto belum juga membaik. Kemarin dia bahkan dipindahkan dari RS Medika Permata Hijau, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat. Alasan pemindahan karena peralatan medis di RSCM lebih lengkap.
Kuasa hukum Novanto Fredrich Yunadi menyebut kliennya harus dipindahkan ke RSCM karena alat CT-scan yang dibutuhkan di RS Medika rusak, sedangkan perawatan cedera kepala Novanto tak bisa ditunda lagi. "Tadi sampai kakinya bengkak. Beliau matanya tak bisa dibuka karena kalau dibuka berputar, dadanya sesak," ujarnya kepada wartawan di RS Medika Permata Hijau, Jumat (17/11/2017).

Di RSCM, Novanto dirawat di kamar VIP nomor 705 dan ditangani seorang dokter bernama Freddy Sitorus. Selain istri dan pengacaranya, sebanyak 15 penyidik KPK juga mendampingi Novanto selama dirawat.

KPK Resmi Tahan Novanto
Di lain pihak, kemarin KPK menerbitkan surat perintah penahanan terhadap Novanto selama 20 hari ke depan. Dalam surat penahanan itu, Novanto sedianya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. Namun penahanan Ketua Umum Partai Golkar tersebut dibantarkan karena masih harus menjalani perawatan di RSCM.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, penahanan dilakukan lantaran berdasarkan serangkaian bukti yang dimiliki KPK, Novanto diduga keras telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam kasus e-KTP. "Menahan selama 20 hari terhitung mulai 17 November 2017 sampai 6 Desember 2017," kata Febri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/11/2017).

Febri menyatakan bahwa sejak awal Novanto telah diminta untuk kooperatif. Namun Novanto justru beberapa kali mangkir dari pemeriksaan penyidik KPK. Febri menjelaskan, selama proses pembantaran, Novanto akan menjalani perawatan di RSCM dengan dijaga tim KPK dan Polri. "Soal perkembangan kesehatannya, KPK berkoordinasi dengan RSCM dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," katanya.

Menyikapi langkah KPK tersebut, Fredrich Yunadi menilainya sebagai bentuk pelanggaran HAM. Menurut dia, penahanan terhadap kliennya tidak bisa dilakukan karena sebelumnya belum pernah diperiksa sebagai tersangka. "Sejak kapan penahanan dilakukan tanpa pemeriksaan dan dalam kondisi (Novanto) sakit serius. Itu pelanggaran HAM internasional," ujar Fredrich dalam perbincangan dengan iNews di halaman RSCM Jakarta tadi malam.

Diketahui, Novanto mengalami kecelakaan tunggal dalam sebuah mobil Fortuner bernomor polisi B 1732 ZLQ bersama dua orang lainnya. Dua orang tersebut adalah ajudan pribadinya Reza dan seorang sopir yang tak lain seorang kontributor televisi swasta Hilman Mattauch. Mobil warna hitam yang ditumpangi tersebut menabrak sebuah tiang listrik hingga rusak di bagian depan. Kuasa hukum Novanto menyebut kliennya mengalami luka cukup parah di bagian kepala saat kejadian.

Sementara itu kemarin Polda Metro Jaya menetapkan Hilman Mattauch sebagai tersangka karena dianggap lalai saat mengemudi yang menyebabkan kecelakaan. Hilman dikenai Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22/ 2009. "Kita kenakan UU Lalu Lintas, spesialis ini di Pasal 283, kemudian juncto Pasal 310 dengan ancaman 3 bulan. Namanya seseorang ditilang, ya tersangka," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, Jumat (17/11/2017).
Berita ini sudah tayang di Sindonews.com dengan judul :  Jokowi Minta Setnov Ikuti Proses Hukum
Load disqus comments

0 komentar