Berindo.NET - Berita di media sempat melambungkan kesaktian Anies karena membebaskan 1 (satu) lahan MRT yang menjadi sengketa di Jl Hj Nawi dan langsung mengeksekusinya. Berita ini diviralkan pendukung gubernur baru yang seakan menampar kubu yang masih meragukan kepemimpinannya di Jakarta. Tak ayal kesaktiannya menjadi buah bibir di kalangan pendukungnya. Tapi kalau melihat faktanya Ahoklah yang berjuang keras demi pembebasan lahan MRT.
Pertama, Ahok memperjuangkan lahan MRT yang menjadi sengketa dari 132 bidang menjadi hingga 7 bidang pada masa kepemimpinannya. Kompas melansir bahwa sejak proyek MRT dimulai pada akhir 2013 hingga penghujung 2016, tercatat ada 132 bidang tanah di Jalan Fatmawati yang belum dibebaskan. Upaya Ahok menemui banyak kendala bahkan diduganya justru dari oknum pemerintah. Sekitar September 2016, Gubernur DKI saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat mengumpulkan warga Fatmawati yang lahannya belum dibebaskan. Ahok berusaha meyakinkan warga dan upayanya itu tidak sia-sia.
Seiring berjalannya waktu, jumlah warga di Jalan Fatmawati keberatan dengan nilai ganti rugi berkurang. Tercatat hanya ada tujuh orang yang menolak untuk membebaskan lahan. Mereka meminta harga Rp 150 juta per meter. Mereka kemudian menggugat Pemprov DKI dan jajarannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belakangan tinggal tersisa 4 orang termasuk Mahes.
Jika 1 bidang saja sudah diklaim berhasil dibebaskan oleh Anies, itu masih jauh lebih kecil dari apa yang sudah diperjuangkan Ahok. Menggelikan ketika membaca prestasi yang diklaim oleh pendukungnya dan sayangnya media besar juga tidak seimbang dalam memberitakannya.
Kedua, Ahok memakai jurus dengan membawa sengketa itu ke pengadilan, walau kalah di Pengadilan Tinggi tapi akhirnya menang di MA. Ahok sudah menyiapkan jurus jika pada akhirnya pembicaraan dengan warga tak mempan dan warga tidak terima dengan harga aprraisal yang diajukan Pemprov maka dia memilih untuk mendaftarkannya di pengadilan.
"Kamu punya tanah nih, saya mau nego harga appraisal, terus kamu ngotot maunya harga di atas appraisal namanya meras dong. Ya sudah saya daftarin ke Pengadilan Negeri, begitu ketok palu, saya bongkar rumah Anda. Lalu ganti duitnya gimana? Ambil saja sendiri ke pengadilan. Nah, prosedurnya seperti itu," tandas Ahok seperti dilansir JPNN.
Warga pemilik lahan menuntut harga Rp 120 juta per meter persegi. Setelah dibawa ke pengadilan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ganti rugi sebesar Rp 60 juta per meter persegi. Pemprov DKI Jakarta melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan kasasi ke MA. Hakim menolak keberatan warga penggugat.
Mahkamah Agung akhirnya memutus kasasinya dengan memenangkan Pemprov DKI, demikian dilansir Kompas. Pemprov DKI diwajibkan mengganti rugi sesuai nilai appraisal yakni sekitar Rp 30-33 juta per meter. Putusan tersebut teregister dengan nomor 2544 K/PDT/2017. "Kabul," demikian lansir panitera MA, Selasa (24/10/2017).
Kemenangan ini jelas berbasis hukum yang jelas. Apa yang diperjuangkan Ahok pada akhirnya membuahkan hasil. Pak Ahoklah yang dari awal ngotot untuk mengupayakan pembebasan lahan MRT ini. Melihat riwayat pembebasan yang dilakukan Ahok maka apa yang dinikmati Anies saat ini hanyalah tinggal menikmati perjuangan dan jerih payah beliau. Ahok sendiri sudah berhasil membebaskan lahan yang jumlahnya ratusan bidang.
Proyek andalan Pak Jokowi yang tadinya dipercayakan kepada sahabatnya Pak Ahok pada akhirnya akan berlangsung mulus. Pak Jokowipun bisa tersenyum mengetahui putusan MA ini.
Sekarang mari kita menganalisa langkah pembebasan lahan semata wayang yang dilakukan Anies:
Pertama, kesepakatan pembebasan lahan oleh Anies itu mendahului putusan MA. Sebelum ada putusan tetap dari MA, Anies sudah melakukan kesepakatan dengan Mahes dan langsung mengeksekusinya gerbang rukonya dengan palu besar. Ini tindakah yang sebenarnya melawan hukum karena obyek perkara masih status quo dan belum ada putusan tetap dari Mahkamah Agung.
Bagi pendukungnya Anies dipandang heroik dan dinilai sakti mandraguna tapi dari segi hukum jelas menyalahi hukum yang ada. "Semua harus dipahami dulu", seringkali terdengar dari mulutnya, kenyataannya beliau tidak paham hukum. Ini akan menjadi bulan-bulanan oknum aparat DKI yang melihat bahwa pengetahuan hukumnya masih sangat simpel. Beda kelaslah sama Ahok, ha ha ha.
Kedua, pada akhirnya Anies tunduk pada putusan Mahkamah Agung. Anies menyatakan tunduk dan siap melaksanakan keputusan MA tersebut. "Alhamdulillah kita laksanakan keputusannya, ya alhamdulillah Tuhan bekerja dengan caranya," kata Anies di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).
Anies mengaminkan bahwa Tuhan bekerja dengan caranya. Ya Pak Anies, Tuhan sudah bekerja melalui Ahok dan Anda tinggal mengeksekusi putusan MA. Jalan Anda sudah dimudahkan oleh Pak Ahok, bukankah Anda seharusnya bersyukur? Anda bersyukur karena Ahok menyelamatkan Anda, jika tidak maka masalah besar menanti.
Ketiga, Mahes sudah pernah ke Balai Kota dengan permintaan agar lahannya dieksekusi dengan memakai harga Rp 60 juta. Media Kompas.com pernah memuat berita bahwa Mahes pemilik lahan di haji Nawi menginginkan Pemprov segera mengeksekusi lahannya dengan memakai harga Rp 60 juta per meter. Kenyataannya, Mahes sudah ikhlas duluan asal sesuai undang-undang. "Silakan pakai asal bikin komitmen, asal menilai sesuai undang-undang. Asal bikin komitmen akan menghitung ganti ruginya sesuai undang-undang," ujarnya seperti dilansir Kumparan.
Sengketa panjang lahan MRT itu pada akhirnya berakhir. Terlihat kan kesaktiannya Anies ternyata tidak seperti yang diberitakan media. Justru yang lebih sakti adalah Ahok karena pada akhirnya Anies harus tunduk dan menjalankan keputusan MA yang ternyata berpihak pada Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Sekali lagi, Gusti Ora Sare, Tuhan akan selalu berpihak dan menyertai orang yang tulus berjuang dan mengabdi sebagai pelayan rakyat seperti Anda, Pak Ahok.
Artikel ini sudah tayang di Seword.com dengan judul : Gusti Ora Sare, MA Kabulkan Kasasi yang Diajukan Ahok Soal Ganti Rugi Lahan MRT
0 komentar